Archive

Posts Tagged ‘harapan’

Tahun Baru Segera Tiba

December 12, 2009 1 comment

Beberapa minggu lagi kita akan meninggalkan tahun 2009 ini dan menuju tahun yang baru tahun 2010. Dua digit terakhir angka tahun 2000 telah berubah, artinya telah 10 tahun kita memasuki abad yang baru ini.

Abad yang baru ini dimulai oleh ledakan teknologi IT yang membahana hingga keseluruh pelosok dunia. Saat ini dikatakan bahwa kehidupan manusia bisa membaik dengan bantuan teknologi IT. Memang pada beberapa kasus teknologi IT dapat membantu, tetapi tidak kepada masalah-masalah yang lebih bersifat mendasar dalam kehidupan manusia.

Setelah beberapa tahun berlalu, dengan terbukanya sistem informasi yang ada, dunia IT rasanya menjadi dunia yang biasa saja dan manusia kembali kepada kebutuhan dasarnya yaitu sandang, pangan, dan papan, serta kembali kepada permasalahan utama yaitu kemiskinan.

Terutama di Indonesia, negara kita tercinta ini, kemiskinan telah menjadi potret sehari-hari masyarakat kita. Baik di kota besar maupun di desa-desa terpencil, sangat sulit untuk menghilangkan pemandangan orang miskin dari masyarakat kita. Dimana-mana ada orang miskin, dimana-mana ada orang kelaparan, bahkan di tengah-tengah kota yang hiruk pikuk modern seperti kota Jakarta pun masih ada banyak orang-orang miskin yang tetap berusaha untuk bertahan hidup.

Tahun baru segera tiba, biasanya tahun baru diharapkan sebagai cakrawala baru bagi harapan dan impian semua orang, tak terkecuali bagi orang-orang Indonesia. Tapi harapan dan impian tersebut tampaknya selalu hanya menjadi harapan dan impian. Mengapa demikian?

Saya ingin bercerita sedikit tentang pengalaman yang saya alami dan refleksi orang-orang di sekitar saya.

Menjelang akhir tahun ini, semua pada bersiap-siap menggelar pesta akhir tahun yang gegap gempita, semua seakan-akan menaruh harapan yang besar terhadap tahun 2010 yang pada kenyataannya mereka juga menaruh harapan yang sama besar saat menjelang pergantian tahun 2008 ke 2009 lalu. Beberapa orang yang saya kenal tampaknya tidak pernah merisaukan tentang masa depan mereka. Mereka hanya bisa bermimpi dan bermimpi, selamanya hidup didalam dunia mimpi mereka. Mereka menginginkan perubahan dalam kehidupan mereka tetapi mereka tidak pernah mau berusaha dan bekerja keras. Mereka ingin segala sesuatu itu express saja. Apakah itu mungkin? Saya pribadi percaya bahwa tidak akan ada mujizat yang sedemikian hebat yang dapat membuat hidup seseorang berubah tanpa orang itu mau berusaha. Tuhan pun membenci orang-orang yang malas dan tidak mau berusaha.

Tetapi apa mau dikata… Di sekitar saya ada banyak manusia-manusia yang demikian. Padahal mereka pernah mengenyam pendidikan yang tinggi, beberapa kali ada kesempatan datang kepada mereka, tetapi mereka tidak pernah mau dengan serius memikirkan tentang masa depan mereka. Rasanya saya ingin marah dan berteriak kepada mereka, tapi saya juga tidak ingin membuang-buang waktu dengan mengurusi orang-orang yg bahkan tidak memikirkan dirinya sendiri tersebut.

Disini saya melihat betapa bobroknya mental SDM kita. Padahal masih banyak anak-anak bangsa yang meskipun ingin tetapi mereka tidak bisa mengenyam pendidikan yang layak, atau setidaknya pendidikan dasar pun sulit mereka dapatkan. Sedangkan pada orang-orang yang telah mengenyam pendidikan yang bahkan sampai jenjang universitas itu malah tidak pernah benar-benar mau mengaplikasikan ilmu yang telah di pelajari selama ini untuk meningkatkan taraf hidup mereka.

Baru-baru ini ada beberapa teman yang mencoba test PNS. Dan dari semua teman-teman saya itu, hanya satu yang lulus. Selamat untuk dia. Tetapi teman-teman yang gagal itu malah pasrah dan bukannya mencari kesempatan bekerja di bidang lain tapi malah malas-malasan dan tiap hari kerjanya hanya Facebook-an saja. Mereka memang tidak perlu pusing memikirkan dari mana uang untuk online dan makan sehari-hari mereka karena mereka masih bisa hidup dari uang pensiun orang tua mereka. Tapi bukankah itu sangat menyedihkan. Bukankah seharusnya generasi muda yang memberi makan kepada generasi tua mereka, tapi ini kok malah terbalik. Untuk apa mereka kuliah, untuk apa mereka sekolah, untuk apa mereka hidup kalau hanya menjadi parasit bagi orang tua mereka dan orang-orang sekitar mereka?

Tapi dengan muka lebar dan senyum membahana mereka bersiap-siap menyambut tahun baru. Alasannya mudah-mudahan rezeki tahun depan lebih baik. Rezeki apanya? Berusaha aja kagak darimana datangnya rezeki? Pada kenyataannya kan itu semua hanya akal-akalan mereka untuk meminta uang pesta tahun baru dari uang pensiun orang tua mereka yang pas-pasan itu. Memberikan mimpi-mimpi dan harapan-harapan kosong kepada orang tua mereka yang sesungguhnya sepenuh hati menaruh harapan pada anak-anaknya itu. Betapa anehnya generasi muda masa kini. Saya yakin ini hanyalah sebagian dari potret kemiskinan di sekitar saya. Miskin akhlak, miskin semangat, miskin usaha…

Dari dulu saya berprinsip setiap hari adalah hari yang baik, dan setiap saat adalah saat yang tepat untuk memulai melakukan sesuatu. Jadi tidak ada istilah tahun baru akan lebih baik, atau tahun depan pasti bisa berhasil. Saya selalu menaruh harapan pada hari ini, saat ini, detik ini juga. Saya harus berhasil saat ini juga saya melakukan sesuatu. Walaupun memang sering juga gagal, tapi saya tidak putus asa. Ada banyak cara untuk meraih kesuksesan, tapi bukan dengan menunggu datangnya tahun baru barulah mau berusaha, itu mah omong kosong, itu hanya pembenaran atas kebodohan diri sendiri saja.

Tahun baru segera tiba… Segudang rencana baru pun telah disusun oleh orang-orang…

Tapi masih tetap saja ada orang-orang yang merayakan pesta tahun baru tanpa menyadari bahwa usia mereka makin hari makin tua, semangat mereka makin hari makin kendur, dan persaingan kerja makin hari makin ketat. Entah apa yang ada dalam pikiran orang-orang yang demikian, membuang-buang waktu yang teramat berharga ini hanya untuk melakukan hal-hal yang sia-sia.

Facebook-an boleh-boleh saja, chatting boleh-boleh saja, tapi tetap harus realistis memandang hidup ini. Ada saatnya orang-orang itu harus berkeluarga dan bertanggung jawab atas hidup mereka dan keluarga mereka sendiri. Apakah mereka akan sanggup kalau tidak dimulai dari sekarang untuk belajar bertanggung jawab atas diri mereka sendiri dulu?

Lebih baik hidup dengan memberikan kesempatan sebesar-besarnya bagi “hari ini” dari pada memberikan segudang harapan bagi “tahun depan”.

Hiduplah untuk “hari ini” kita, jangan hidup untuk “tahun depan” yang masih belum pasti keadaannya. Jika kita menaruh harapan pada hal-hal yang belum pasti, maka hidup kita pun akan menuju ketidak pastian belaka. Tetapi “hari ini” adalah nyata, pasti, dan berharga.